Buku
Transformasi Ibadah, Pernikahan dan Akhlak Mulia
Sebagaimana judulnya, buku ini terdiri dari tiga bagian, yakni mengenai Ibadah, Pernikahan dan Akhlak. Mengenai ibadah, hendaknya kita memegang "benang-merah bahwa tujuan diciptakannya jin dan manusia yaitu beribadah atau menyembah kepada Allah Swt. Setelah ditelisik lebih dalam, ternyata makna menyembah atau beribadah kepada Allah Swt dimaknai oleh para Ulama Salaf (para ulama terdahulu), yakni makrifat (mengenal)-Nya. Artinya, orang yang mengenal Allah Swt, tentu mereka akan menjalankan ketaatan beribadah kepada-Nya sehingga menjadi hamba Allah yang muttaqien (bertakwa) dengan meneladani Nabi Muhammad Saw.
Mengenai pemikahan atau perkawinan yang merupakan sunnah Rasul sekaligus fitrah manusia. Makna dan tujuan pernikahan telah dinukilkan di dalam Surah ar-Rum ayat 21. Dari ayat itu, kaum muslimin menyebutnya dengan keluarga yang sakinah mawaddah warohmah, yakni keluarga yang bahagia penuh cinta-kasih dan mendapat rahmat Allah Swt. Rasulullah Saw juga telah memberikan tauladan yang baik mengenai keseimbangan hidup, proporsional, normatif sesuai fitrah manusia, dan tidak berlebihan. Beliau seorang hamba yang paling dekat dengan Allah Swt, tetapi beliau tidur, makan dan menikah. Ini mengisyaratkan bahwa fitrah manusia tentu membutuhkan tidur sebagai istirahatnya, makan untuk memberi kebutuhan perut (fisiknya) dan menikah untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Dalam hal memilih jodoh, Rasulullah Saw juga pernah memberikan rambu-rambu mengenai kriteria jodoh karena empat hal, yakni karena keturunannya, kecantikannya, kekayaannya, dan agamanya. Idealnya memang mendapatkan empat kriteria itu, tetapi kalau tidak bisa, maka faktor agama-lah yang paling penting.
Kemudian tentang akhlak. Jika kaum muslim berakhlak mulia (akhlaqul kharimah), tentu mereka akan berakhlak kepada Allah, berakhlak kepada diri sendiri dan berakhlak kepada sesama manusia. Artinya, kaum muslimin tersebut memiliki kesadaran yang tepat dan proporsional bagaimana ketika mereka berhubungan kepada Allah Swt, diri sendiri dan sesama manusia. Sebaliknya, ada pula manusia yang berakhlak buruk (akhlak Al-mazmumah) yang ditandai dengan menyempitkan hati pemiliknya. Mengapa demikian? Sebab, ia tidak memperluaskan tempat selain yang dikehendakinya, sebagaimana tempat yang sempit yang tidak akan memberi keleluasaan selain pemiliknya. Makanya, ketika Rasulullah ditanya tentang kesialan, beliau menjawab: "Keburukan akhlak". Bahwa sesungguhnya kesempurnaan akhlak itu akan mewujud menjadi taqwa.
Tidak tersedia versi lain